Pages

Selasa, 13 Desember 2016

Pembekuan Tempat Penimbunan Berikat, Dampaknya?

Pembekuan tempat penimbunan berikat berupa kawasan berikat dan gudang berikat akhir-akhir ini lagi menjadi current issue di dunia perindustrian. Beberapa perusahaan yang memanfaatkan fasilitas kawasan berikat dan gudang berikat dibekukan sebagai konsekuensi atas tidak terpenuhinya kewajiban pengusaha kawasan berikat atau gudang berikat atas ketentuan yang mengatur keduanya.

Bea Cukai sangat menekankan agar pendayagunaan IT Inventory dan CCTV menjadi salah satu yang mutlak dijalankan oleh pengusaha, disamping kewajiban lainnya. Kedua elemen tersebut tentu menjadi penting karena berkaitan dengan pengawasan dan pelayanan yang diberikan Bea Cukai kepada pengusaha.


Sebenarnya apa itu pembekuan, dan apa dampaknya bagi pengusaha penerima fasilitas kawasan berikat dan gudang berikat? Mari dilanjut..

Dalam pasal 46 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 junctis Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dijelaskan bahwa:

“Yang dimaksud dengan "izin tempat penimbunan berikat dibekukan" adalah bahwa tempat penimbunan berikat tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan sampai diterbitkannya keputusan pemberlakuan kembali izin dimaksud...

Kemudian kalau kita melihat penjelasan pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 sebagaimana diubah dengan Nomor 85 Tahun 2015 Tentang Tempat Penimbunan Berikat, definisi pembekuan kemudian dijabarkan menjadi:

“Dengan pembekuan izin Tempat Penimbunan Berikat maka penyelenggara dan/atau pengusaha Tempat Penimbunan Berikat tidak diperkenankan untuk memasukkan barang ke Tempat Penimbunan Berikat, sedangkan atas kegiatan yang dilakukan atau ada di dalam Tempat Penimbunan Berikat masih tetap diizinkan dan barang hasil kegiatan dapat dikeluarkan dari Tempat Penimbunan Berikat.”

Kemudian kita kupas lagi lebih dalam dengan ketentuan yang mengatur dibawahnya yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.04/2011 Tentang Kawasan Berikat dan perubahannya serta 145/PMK.04/2011 Tentang Gudang Berikat dan perubahannya.

Dalam pasal 47 ayat (3) diatur jelas bahwa selama pembekuan, Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, tidak diperbolehkan untuk memasukkan barang ke Kawasan Berikat. Sementara dalam pasal 25 ayat (2) juga jelas diatur bahwa selama pembekuan, Pengusaha Gudang Berikat atau PDGB tidak diperkenankan untuk memasukkan barang ke Gudang Berikat.

Sampai dengan 3 turunan peraturan yang mengatur diatas dapat diambil kesimpulan sementara bahwa pengusaha yang sedang dibekukan dilarang untuk memasukkan barang ke kawasan berikat atau gudang berikat.

Pelarangan untuk memasukan barang ke kawasan berikat atau gudang berikat tentu akan berpengaruh dengan kegiatan pengeluaran barang terutama berkaitan dengan proses bisnis yang terjadi di kawasan berikat. Apa saja yang berpengaruh? Sebelumnya mari kita lanjutkan untuk membaca ketentuan yang mengatur tata laksana di kawasan berikat dan gudang berikat.

Dalam pasal 90 ayat (5) Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor 57/BC/2011 tentang Kawasan Berikat dan perubahannya, definisi barang yang tidak boleh dimasukan ke kawasan adalah barang yang menggunakan fasilitas kawasan berikat.

“Selama pembekuan, Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat, dan/atau PDKB, tidak diperbolehkan untuk memasukkan barang ke Kawasan Berikat dengan menggunakan fasilitas Kawasan Berikat.

Sementara dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor 50/BC/2011 tentang Gudang Berikat tidak mengatur kembali mengenai sanksi pembekuan. Namun dalam format surat pembekuan terdapat kalimat yang berbunyi “..tidak dapat mengajukan dokumen pemberitahuan impor barang untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat sampai dengan izin Saudara dicairkan kembali.”.
Sampai disini sudah bisa diambil kesimpulan bahwa untuk penerima fasilitas Gudang Berikat tidak boleh/ tidak dapat mengajukan dokumen pemberitahuan barang untuk ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat, yaitu dokumen BC 2.3. sedangkan kawasan berikat masih perlu ditelaah kembali.

Kalau kita melihat pemasukan barang ke kawasan berikat, maka ada beberapa asal barang yang dimasukkan ke kawasan berikat. Bisa dari Luar Daerah Pabean (BC 2.3), Kawasan Berikat Lainnya /Tempat Penimbunan Berikat lainnya (BC 2.7), Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Indonesia (BC 4.0 atau 2.6.2) dan lain sebagainya. Lalu barang manakah yang mendapat fasilitas kawasan berikat dan tidak diperbolehkan dalam sanksi pembekuan?

Dalam penjelasan pasal 44 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 junctis Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan dijelaskan bahwa tujuan pengadaan tempat penimbunan berikat dalam undang-undang ini yaitu memberikan fasilitas kepada pengusaha berupa penangguhan pembayaran bea masuk. Yang dimaksud dengan penangguhan yaitu peniadaan sementara kewajiban pembayaran bea masuk sampai timbul kewajiban untuk membayar bea masuk berdasarkan undang-undang ini.

Kalau kita mengambil penjelasan diatas, maka dokumen BC 2.3 dan turunannya yaitu dokumen BC 2.7 dan 2.6.(1/2) jelas sekali tidak diperbolehkan. Karena barang dari ketiga dokumen tersebut berasal dari Luar Daerah Pabean yang tentunya mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk. Bagaimana dengan barang dengan BC 2.7 dan BC 2.6.2 dimana barang tersebut berasal dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean?

Menurut saya pengeluaran barang ke Kawasan Berikat Lainnya /Tempat Penimbunan Berikat lainnya (BC 2.7) dan Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Indonesia (2.6.1) selain dalam rangka pemindahtanganan tentu akan dikembalikan ke kawasan berikat asal. Bagaimana kalau barang yang dikeluarkan dan mendapatkan izin sampai batas waktu yang ditentukan ternyata barang tersebut harus dikembalikan ke kawasan berikat asal? Tentu barang tersebut tidak diperbolehkan masuk ke kawasan berikat (lihat penjelasan menurut PP dan PMK), dan akan berdampak pada kewajiban pembayaran bea masuk, pajak impor dan denda atau pencairan jaminan. Oleh sebab itu menurut pendapat saya BC 2.7 keluar dan BC 2.6.1 juga tetap tidak diperbolehkan.

Lalu bagaimana dengan pemasukan barang dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Indonesia (BC 4.0)? Apakah diperbolehkan atau tidak.

Menurut saya kita harus kembalikan lagi ke definisi pembekuan izin berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah. Bahwa dalam masa pembekuan dilarang melakukan kegiatan sampai dengan izin kembali diberlakukan.

Pembekuan menurut saya jelas bahwa izin atas kawasan berikat tersebut sedang tidak berlaku sementara, sampai izin kawasan berikat yang bersangkutan diberlakukan kembali.

Seperti kita ketahui bahwa barang yang dimasukkan dari tempat lain dalam daerah pabean ke Kawasan Berikat mendapatkan perlakukan atau kemudahan fiskal berupa tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Sementara izin dibekukan maka pemasukan barang tentunya juga tidak mendapatkan kemudahan fiskal tersebut. Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penjual seharusnya memungut fiskal atas pemasukan barang tersebut terhadap pengusaha kawasan berikat. Jadi kesimpulan saya BC 4.0 juga tidak diperbolehkan.

Demikian pendapat saya tentang dampak dari pembekuan tempat penimbunan berikat.

3 komentar:

  1. Saya pesan barang dari cina harga/unit 150.000 sebanyak 6 pcs/unit. Kira - kira saat tiba di indonesia apa bisa saya ambil/dimusnakan, tolong penjelasannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Barangnya apa mba? Kalo barangnya bukan brg yg terkena larangan atau pembatasan ya aman² saja.. nilainya cuman 70 dollar jadi masih bebas Bea masuk Dan pajak impor

      Hapus
  2. Kalau kita masih dibekukan dan akan mengeluarkan mold ke daerah pabean, bagaimana cara dan dokumen apa saja agar mold tersebut bisa kembali lg ke kami yang masih dg status dibekukan? Karena mold masih kami harus pergunakan. Tks

    BalasHapus

Popular Posts